Catatan Reflektif 17 Tahun Caraka Shankara

 

Selamat Ulang Tahun ke-17 nak!

[Jombang, Pak Guru NINE] - Hari ini, Rabu, 26 Februari 2025, adalah momen yang begitu berharga bagi keluarga kami. Putra pertama kami, Caraka Shankara, kini genap berusia 17 tahun. Tepat 17 tahun yang lalu, pada Selasa petang, 26 Februari 2008, ia lahir dengan selamat melalui persalinan normal di Polindes Pacarpeluk yang dikelola oleh Bu Bidan Dwi. Kelahirannya membawa kebahagiaan yang tak terlukiskan, sekaligus amanah besar bagi kami sebagai orang tua. Hari ini, kami ingin mengenang perjalanan panjang yang telah ia lalui, merenungkan makna dari setiap langkahnya, serta memanjatkan doa terbaik untuk masa depannya.

Nama dan Jejak Pendidikan

Setiap nama memiliki makna, dan bagi kami, nama adalah doa yang akan mengiringi kehidupan seseorang. Saat istri saya sedang mengandung, saya menemukan kata "Shankara" dalam buku Quantum Ikhlas karya Erbe Sentanu. Kata itu menarik perhatian karena memiliki arti keberuntungan dalam bahasa Sanskerta. Namun, saya merasa masih ada sesuatu yang kurang. Setelah menelusuri berbagai literatur, saya menemukan kata "Caraka", yang dalam bahasa Jawa berarti duta atau utusan. Maka lahirlah nama "Caraka Shankara", yang kami maknai sebagai "utusan yang membawa keberuntungan". Nama ini bukan sekadar identitas, tetapi harapan besar agar ia menjadi pribadi yang berharga bagi dirinya sendiri, keluarga, dan orang-orang di sekitarnya.

Sejak kecil, Caraka telah menempuh perjalanan pendidikan yang penuh dinamika. Awalnya, Neng Ririn, mbak saya, menyekolahkannya di PAUD Al-Ihsan Denanyar, meskipun tidak sampai menyelesaikannya. Ia tampak tidak bersemangat belajar di sana, hingga akhirnya ia pun tidak mau lagi diajak berangkat bersekolah di sana.

Saya dan istri kemudian memutuskan untuk menyekolahkannya di TK Muslimat 1 Roushon Fikr hingga lulus, lalu bersekolah di SD Islam Roushon Fikr. Di masa kanak-kanaknya, Caraka menunjukkan karakter unik dibandingkan saudara-saudaranya. Ia lebih senang bermain dengan ayam-ayam piaraan neneknya, berlarian bebas, dan sulit untuk tetap rapi dalam berpakaian. Kami kerap kali tersenyum getir melihat tingkah lakunya yang spontan dan penuh energi.

Lulus dari SD Islam Roushon Fikr, Caraka melanjutkan belajar ke MTsN 3 Jombang (Tambakberas) dan tinggal di Pondok Pesantren Hidayatul Quran Sentul Tembelang Jombang. Harapan kami, ia bisa mendapatkan pendidikan agama yang lebih kuat. Namun, perjalanan di pesantren tidak berjalan seperti yang kami bayangkan. Setelah dua setengah tahun, ia meminta untuk boyong. Keputusan ini tentu bukan hal yang mudah bagi kami. Ada rasa kecewa, namun kami memilih untuk menghormati keputusannya, meyakini bahwa setiap anak memiliki jalan hidupnya sendiri.

Menjelang kelulusan dari MTsN 3 Jombang, Caraka memiliki cita-cita untuk melanjutkan ke SMAN Taruna Brawijaya Kediri. Kami mendukung sepenuhnya, membantu segala proses seleksi, berharap ia bisa mewujudkan impiannya. Namun, hasil akhirnya tidak sesuai harapan—ia tidak lolos seleksi. Meskipun ada kekecewaan, kami mengajarkan kepadanya bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Ia akhirnya diterima di SMAN 2 Jombang, di mana ia kini duduk di kelas XI-10 dan tengah meniti jalan menuju masa depannya.

Kekhawatiran dalam Keunikannya

Caraka memiliki kepribadian yang unik. Ia tidak terlalu peduli dengan kerapihan berpakaian, seragam sekolah yang awalnya rapi sering kali berubah menjadi kusut dan berantakan. Ritme belajarnya tidak teratur, dengan gaya belajar kinestetik yang dominan. Ia lebih suka bergerak, menjelajahi hal-hal baru, dan memiliki ketertarikan mendalam pada bela diri Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa. Di bidang ini, ia menunjukkan dedikasi luar biasa. Berbagai kompetisi telah diikutinya, dengan pencapaian yang membanggakan. Kami melihat semangatnya yang membara ketika ia bertanding, dan ini adalah sesuatu yang kami dukung sepenuh hati.

Namun, dalam aspek lain, masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Kewajiban ibadahnya harus lebih disempurnakan, pemahamannya tentang tauhid dan syariat dasar masih perlu diperdalam. Kemandiriannya dalam memenuhi kebutuhan pribadinya juga menjadi perhatian kami. Kami menginginkannya tumbuh menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab, lebih peduli terhadap lingkungan, dan lebih menghormati orang tua serta masyarakat sekitarnya.

Sebagai orang tua, kami juga mulai merasakan kekhawatiran, terutama ketika ia mulai tertarik kepada lawan jenis. Kami ingin ia tetap berada di jalur yang benar, menjaga kehormatan dan harga dirinya. Kami terus berusaha mengingatkannya, membimbingnya, dan berdoa agar ia senantiasa dalam lindungan Allah SWT.

Doa dan Harapan

Di usianya yang ke-17 ini, kami berdoa agar Caraka semakin dewasa dalam berpikir dan bertindak. Kami berharap ia mampu menata kehidupannya dengan lebih baik, menemukan jati dirinya, dan memahami arah masa depannya. Kami tidak tahu di mana ia akan melanjutkan studinya setelah lulus SMA nanti, tetapi kami yakin Allah SWT telah menyiapkan tempat terbaik untuknya.

Sebagai orang tua, kami hanya bisa menjalankan peran kami dengan sebaik-baiknya. Kami akan terus mendidik, membimbing, menasihati, menegur, mencintai, dan tentu saja, mendoakannya tanpa henti. Kami percaya bahwa semua ini adalah bagian dari ketentuan-Nya. Kami berikhtiar, dan hasilnya kami serahkan kepada Allah SWT.

Caraka Shankara, anakku, selamat ulang tahun yang ke-17. Semoga engkau tumbuh menjadi pribadi yang kuat, bijaksana, dan bertanggung jawab. Semoga Allah SWT selalu membimbingmu, melindungimu, dan memberkahimu dalam setiap langkah hidupmu. Aamiin.[pgn] 


Baca juga!

Perjalanan Kinestetik dari Karate ke Pencak Silat

Posting Komentar

0 Komentar